Kamis, 11 Maret 2021

TENGGELAM


TENGGELAM
(Renungan Ditepi Sungai)
oleh Dr. Anda Citra Utama, SpPD


Suatu hari menjelang bulan Ramadhan, di tepi Sungai Kampar aku sedang merenung dan berzikir. Dari pagi aku telah duduk bersila disini. Tasbih ditangan kanan, beberapa textbook dan jurnal kedokteran terbentang didepan. Tepian sungai ini memang tempat yang sering dikunjungi orang untuk bersantai dan melepas lelah.
  
Suatu ketika aku melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang wanita diseberang sana. Didepan mereka terletak sebotol arak dan beberapa bungkus roti. Awalnya aku tak peduli dan membiarkannya, tapi lama kelamaan hatiku mulai terusik dan bergumam dalam hati: "Hai alangkah buruknya akhlak kalian..., bukannya kalian berzikir atau bermuhasabah menyambut Ramadhan...malah mabuk2an. Memang anak muda sekarang sudah banyak yang rusak. Mungkin karena tidak mendapat didikan yang memadai dari orang tuanya.  Na'uzubillah, untunglah aku dulu mendapat pendidikan yg cukup sehingga tidak seperti itu". Aku menggerutu sendiri dalam hati, sambil berzikir.

Tak berapa lama kemudian,  sebuah perahu kecil dg 4 orang penumpang, 2 laki laki dan 2 perempuan, melintas di sungai tsb. Mungkin wisatawan lokal.  Tiba tiba perahu itu oleng, para penumpang berteriak panik. Malang, akhirnya perahu itu terbalik, keempat penumpang terlempar kedalam sungai.Mereka berteriak minta tolong. Ternyata tak satupun mereka yang pandai berenang. Aku terkejut dan terpana, apa yang harus ku perbuat. Akupun tak pandai berenang. Oh Tuhan bagaimana ini..., 4 orang sedang menyabung nyawa, akupun bingung. 

Tiba tiba kulihat lelaki yang diseberang sungai tadi berdiri dan meninggalkan perempuannya. Tanpa pikir panjang ia terjun ke air. Ia mengambil seorang penumpang yg hampir tenggelam, menggendong dan menghantarkan ke tepian sungai dekat aku. Lalu ia kembali ketengah sungai dan mengambil orang kedua dan  mengantarkan lagi ke darat. Lalu ia berenang lagi ketengah dan mengambil orang yang ketiga dan menggendongnya sambil berenang. Sampai disini kulihat orang ini sudah sangat kepayahan, nafasnya sesak. Ketika sampai didekatku ia berkata: "Bapak, tolonglah bapak ambil orang yang keempat, saya sudah tidak sanggup  lagi. Jika bapak memang lebih mulia dari pada saya, maka dengan nama Allah, selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong itu. Tolonglah bapak selamatkan yang satu itu... saya sudah tidak kuat lagi ", katanya terengah engah. 

Aku bingung, mendadak lututku gemetaran, sungguh mati aku paling takut di air ini, aku tak pandai berenang. Melihat aku ketakutan tak menentu seperti itu, lelaki itu tak berpikir panjang, langsung terjun kembali mengambil orang  ke empat yang hampir pingsan. hampir hampir orang ini tak sampai ke darat karena nafasnya sudah sangat sesak sekali. Keduanya lalu terkapar. Aku tertegun.

Kemudian perlahan lelaki muda itu bangkit dan mendekatiku: "Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya tadi adalah ibu saya sendiri, kami sedang merundingkan masa depan saya. sedangkan botol itu berisi air biasa , bukan tuak atau bir". Lelaki itu kemudian perlahan berlalu

Aku terpaku...membisu seribu basa. Malu dan sesal berpadu, menyatu. Aku menghampiri si pemuda dan berkata: "Wahai anak muda, kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan empat orang tadi dari bahaya tenggelam kedalam sungai, maka sekarang selamatkan pulalah saya dari tenggelam dalam kebanggaan dan kesombongan saya..".
Pemuda itu menjawab: "Bertaubatlah Pak Tua... Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan tuan".

Semenjak itu... aku lebih banyak menekur daripada tengadah, tidak lagi memegang tasbih, kubiarkan bibir dan hatiku yang menghitung dan mengucapkannya.
***

ACU 120321
Kabupaten Pelalawan, Riau

Tidak ada komentar: